Ekspedisi mengarah puncak gunung, mulai dari kumpul di sekolah sampai datang di kaki gunung di pos penjagaan I kami lalui dengan riang gembira serta mulus- mulus saja. Semacam umumnya rombongan berangkat mengarah ke sasaran lewat jalur setapak. Hingga tengah hari, kami mulai merambah kawasan yang berhutan rimbun dengan binatang liarnya, yang sebagian besar terdiri dari monyet - monyet liar serta galak. Menjelang sore, setelah rombongan rehat sebentar buat makan serta minum, kami berangkat lagi. Kata pak Martin sebentar lagi sampai ke tujuan.
Saking lelahnya, rombongan mulai berkelompok dua- dua. Kebetulan saya berjalan sangat balik menemani sang bawel Anisa serta disuruh bawa - bawaannya lagi, berat pula sih, sebel pula! Sebentar- sebentar memohon rehat, apalagi hingga 10 menit, 5 belas menit, serta ia betul- betul kecapean serta betisnya yang putih itu mulai membesar.
Kami berangkat lagi, tetapi celaka, rombongan di depan tidak terlihat lagi, nah lo?! Kami kebimbangan sekali, apalagi berteriak memanggil- manggil mereka yang berjalan duluan. Tidak terdapat sahutan sedikitpun, yang terdengar cuma raungan monyet- monyet liar, suara burung, apalagi sesekali auman harimau. Anisa sangat ketakutan dengan auman harimau itu.
Kami terus berjalan menuruti naluri saja. Rasa- rasanya jalur yang kami lalui itu benar, soalnya cuma terdapat satu jalur setapak yang biasa dilalui orang. Sial untuk kami, kabut dengan seketika turun, hawa dingin serta lembab, hari mulai gelap, hujan turun rintik- rintik. Anisa memohon rehat serta berteduh di suatu tumbuhan sangat besar.
Haripun mulai gelap dan kami tersasar, kami juga belum berjumpa dengan rombongan di depan. Akhirnya kami memutuskan buat bermalam di suatu tepian batu cadas yang sedikit menyerupai goa. Hujan terus menjadi rimbun serta kabut tebal sekali, hawa menusuk ketulang sumsum dinginnya. Bajuku basah kuyup, demikian pula pakaian Anisa. Ia menggigil kedinginan.
Sekejap saja hari jadi gelap gulita, dengan tiupan angin kencang yang dingin. Kami tersesat di tengah hutan rimbun. Tanpa sadar Anisa saking kedinginan ia memeluk saya.
“ Maaf” katanya.
Saya diam saja, apalagi ia memohon saya memeluknya erat- erat supaya hangat badannya. Dekapan kami terus menjadi erat, bersamaan dengan kencangnya deras hujan yang dingin. Bila saya tidak salah, nyaris 3 jam lamanya hujan turun, serta nyaris 3 jam kami berpelukan menahan dingin.
Sehabis hujan reda, kami membuka ransel masing - masing. Tujuan utamanya merupakan mencari baju tebal, karena jaket kami telah basah kuyup. Segala baju bawaan Anisa basah kuyup, saya cuma memiliki satu jaket parasut di ransel. Anisa memohon saya meminjamkan jaketku.
Saya sepakat. Tetapi apa yag terjalin? wow…Anisa dalam atmosfer dingin itu membuka segala pakaiannya guna ditukar dengan yang agak kering. Mulai dari jaket, T. Shirt nya, BH nya.. Selengkapnya cek di sini
Komentar
Posting Komentar